BERCERMIN PADA AL HAJJAJ
>> 20 Februari 2015
Bercermin pada Al Hajjaj
Telah banyak manusia yang berlalu. Tetapi, amat
sedikit yang dikenang orang. Sebagian ada yang dilepas kepergiannya dengan
airmata orang-orang yang mencintainya. Sebagian dikubur dengan rasa kehilangan
yang amat dalam dari orang-orang yang ditinggalkannya. Tetapi, sebagian di
antara mereka diantarkan ke pemakaman dengan rasa syukur oleh orang-orang yang
merasa sesak dengan kehidupannya. Na’udzubillahi min dzalik.
Semoga kita tidak termasuk golongan orang yang seperti ini.
Abu Muhammad Al Hajjaj bin Yusuf Ats Tsaqafi
adalah seorang yang kematiannya menjadi berita gembira. Zuhair Mahmud Al Humawi
yang menulis buku Wasiat-wasiat Akhir Hayat menuturkan
bahwa semua orang pada umumnya merasa gembira ketika mendengar kematian Al
Hajjaj. Di antaranya adalah Husain bin Ali dan Ibrahim an-Nakha’i. Bahkan, kata
Al Humawi melanjutkan, ketika disampaikan berita kematian Al Hajjaj kepada
Hasan Al Bashri rahimahullah, ia bersujud syukur kepada Allah seraya berdoa
dalam sujudnya, “Ya Allah, Engkau telah mematikannya, maka matikan pula
aturan-aturannya.” ‘Umar bin Abdul Aziz rahimahullah yang sangat terkenal
karena keadilan dan kedermawanannya itu, tatkala mendengar kematian Al Hajjaj
segera berkata, “Ya Allah, ampunilah aku. Orang-orang sudah mengira Engkau
tidak akan mematikannya lagi.”
Begitu banyak yang memendam ketakutan dan amarah
kepadanya, sehingga ketika dikuburkan, makamnya tidak diberi tanda sedikit pun.
Bahkan, makamnya segera disiram air agar tidak meninggalkan bekas kuburan. Ini
dimaksudkan agar tidak dapat dibongkar kembali oleh orang yang berniat membakar
mayatnya.
Ada cerita yang rasanya bisa kita renungkan
menjelang kematiannya. Ketika orang-orang banyak yang mengharapkan kematiannya,
pada saat yang sama Al Hajjaj dicekam oleh rasa takut terhadap kematian.
Kekhawatirannya itu mendorong ia memanggil ahli nujum; seorang paranormal. Ia
berkata, “Menurut pengetahuanmu, adakah raja yang akan mati sekarang ini?”
“Ada,”
kata ahli nujum itu menuturkan, “ tapi bukan Anda, wahai Tuanku.”
“Dapatkah
engkau jelaskan mengapa?” tanya Al Hajjaj.
“Karena
raja yang akan mati sekarang itu bernama Kulaib, wahai Tuanku!”
Mendengar
itu, Al Hajjaj tersentak dan berkata, “Demi Allah, akulah yang kau sebut,
karena itu adalah nama yang berikan ibuku untukku!”
Peristiwa
ini terjadi di saat kematian sudah menghampirinya. Kematian sudah tak lama lagi
menjemputnya. Pada saat ia sedang terbujur sakit, Al Hajjaj pernah bermimpi
melihat Sa’id bin Jubair rahimahullah, seorang ahli fiqih dan qira’at yang dulu
dibunuhnya. Ia bermimpi Sa’id menarik kerah bajunya sambil berkata, “Wahai
musuh Allah! Apa salahku sehingga engkau membunuhku?”
Al-Hajjaj
terkejut dari tidurnya dan mengeluh, “Apa urusanku dengan Sa’id? Apa urusanku
dengan Sa’id?”
Mimpi ini
membuat Al Hajjaj merasa sangat gelisah. Begitu kuat kegelisahan itu, sehingga
mendorong Al Hajjaj datang menemui Hasan Al Bahsri rahimahullah, seorang
tabi’in yang mulia dan imam penduduk Bashrah. Setelah mendengar penuturan Al
Hajjaj, Hasan Al Bashri rahimahullah berkata, “Dulu, aku sudah pernah
mengingatkanmu agar tidak menganiaya orang-orang yang saleh, tetapi engkau
berkeras kepala.”
Kata-kata
Hasan Al Bashri rahimahullah ini membuatnya marah. Ia berkata, “Wahai Hasan!
Aku tidak memintamu berdoa kepada Allah agar Dia menghilangkan kesusahanku. Aku
hanya minta engkau berdoa kepada-Nya agar Ia mempercepat mencabut nyawaku dan
tidak memperpanjang penderitaanku.”
Mendengar
perkataan Al Hajjaj, Hasan Al Bashri rahimahullah menangis. Lima belas hari
sesudah peristiwa itu, Al Hajjaj menemui kematiannya. Kematian yang menjadi
berita gembira orang-orang di masanya.
Al-Hajjaj adalah seorang
yang hafal Al Qur’an dan berjasa dalam memudahkan kita membaca Al Qur’an dengan
menambahkan garis/titik pada huruf yang sama tapi beda bacaannya. Ini dilakukan
ketika ia masih menjadi seorang gubernur. Ini semua merupakan pelajaran sangat
berharga betapa kita perlu senantiasa memohon hidayah kepada Allah Ta’ala dan
berhati-hati dalam hidup kita. Ini juga pelajaran berharga betapa pentingnya
memohon perlindungan kepada Allah ‘Azza wa Jalla dari godaan syaithan yang
terkutuk dengan cara membaca ta’awudz ketika membaca Al Qur’an. Dan seharusnya,
tahfidz itu awalnya adalah penempaan iman dulu.